Etika Bisnis Akuntan Publik
Di Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh
sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer
Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen
Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan
BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik
diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpian KAP. Kode Etik
Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan
Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen
Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI
maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik
(KAP). Kode etik profesi merupakan kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi
eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena
dengan mematuhi kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas
kinerja yang paling baik bagi masyarakat.
Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Lima aturan
etika itu adalah :
- Independensi, integritas, dan obyektivitas
- Standar umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung jawab kepada klien
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung jawab dan praktik lain
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Akuntan,
sebagai berikut:
- Berkaitan dengan earning management
- Pemerikasaan dan penyajian terhadap masalah akuntansi
- Berkaitan dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
- Independensi dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan praktek selain untuk mendapatkan laba.
- Masalah kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
Tanggungjawab Sosial Kantor Akuntan
Publik Sebagai Entitas Bisnis
Tanggung jawab sosial (social responsibility)
suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis.
Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik meliputi ciri utama dari profesi
akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan
publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis
lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga
dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor
Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi
akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik
dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Krisis Dalam Profesi Akuntan
Akuntan publik merupakan suatu wadah yang dapat
menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan perusahaan jasa lainnya yaitu
jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan sebagai alat untuk membuat
keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang diberikan dipakai untuk make
decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan usahanya.
Bagi akuntan, berperilaku etis akan berpengaruh
terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan
memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan
pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku
etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi
karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit
juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak.
Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan
profesi akuntansinya. Maraknya kecurangan di laporan keuangan, secara langsung
maupun tidak langsung mengarah pada profesi akuntan. Sederetan
kecurangan telah terjadi baik diluar maupun di Indonesia.
Profesi akuntan saat ini tengah menghadapi sorotan tajam terlebih
setelah adanya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan beberapa perusahaan
dunia. Terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron merupakan
pemicu terjadinya krisis dalam
dunia profesi akuntan dan terungkapnya kasus-kasus manipulasi akuntansi
lainnya seperti kasus worldCom, Xerox Corp, dan Merek Corp. Dan di Indonesia
yaitu kasus Kimia Farma, PT Bank Lippo, dan ditambah lagi kasus penolakan
laporan keuangan PT. Telkom oleh SEC, semakin menambah daftar panjang ketidak
percayaan terhadap profesi akuntan.
Dalam hasil Kongres Akuntan Sedunia (Word Congres Of
Accountants “WCOA” ke-16 yang diselenggarakan di Hongkong juga disimpulkan
bahwa kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi utama sedang
dipertaruhkan. Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah kredibilitas profesi ini
akan hancur. Hal ini disebabkan oleh beberapa skandal terkait dengan
profesi akuntan yang telah terjadi. Namun, Profesi akuntan dapat saja
mengatasi krisis ini dengan menempuh cara peningkatan independensi, kredibilitas,
dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu presiden International
Federation of Accountants IFAC menghimbau agar para akuntan mematuhi aturan
profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar krisis profesi akuntan
tidak lagi terjadi.
Regulasi Dalam Rangka Penegakan
Etika Kantor Akuntan Publik
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan
secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya
sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai
kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping
kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut
akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan
publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran
kode etik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan
pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.
Di Indonesia, melalui PPAJP-Dep. Keu., pemerintah
melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan
pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor
akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang
dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa
telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini,
asosiasi AP berada dibawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan
Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik). Perkembangan
terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan
pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah,
dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting
Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang
dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan
turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang
dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan
Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah
satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat
dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
- Pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
- Pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
- Pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas,
diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika
terkait dengan kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan perkembangan tersebut,
pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang
tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik
kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap
melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi. Dalam RUU AP tersebut,
regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan
usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar,
terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP). Disamping itu ditambahkan
pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang
mengaku sebagai akuntan publik) dan
kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP.
Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan
keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
Peer Review
Akuntan sebagai industri jasa pemeriksa selalu
dituntut mengedepankan mutu pekerjaan. Salah satu upaya dalam mencapai hal
tersebut dapat ditempuh dengan telaah/review oleh rekan sejawat. Namun
demikian tidak semulus yang dibayangkan dalam pelaksanaan, karena menyangkut
interpendensi, loyalitas profesi, dan subjektifitas yang tendensius dan
pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil review dapat berdampak pada citra
kantor akuntan publik semakin melambung maupun jatuh. Atas dasar hal ini maka peer
review juga merupakan mekanisme kendali dan pembelajaran bagi mutu
pekerjaan akuntan, jika dipublikasikan dan mempunyai sanksi yang tegas. Namun
jika sebaliknya, maka akan tiada artinya.
Peer Review di Indonesia
didasarkan pada Kepres. No. 31 tahun 1983 pasal 3 huruf P, yaitu Pengawasan
Kantor Akuntan Publik di Indonesia dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Hal ini selanjutnya ditegaskan dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 763/KMK.011/1986, yang menyebutkan bahwa :
- Di dalam setiap KAP harus diciptakan sistem pengendalian untuk melaksanakan pekerjaan
- Ruang Lingkup pengawasan BPKP dalam kaitannya dengan ijin praktek akuntan yang meliputi perwujudan komitmen dan tekad akuntan publik kepada norma pemeriksaan akuntan, ketaatan akuntan publik kepada peraturan perundang-undangan, efektifitas sistem pengendalian mutu yang ada pada KAP, ketepatan cara penandatanganan laporan akuntan, dan kegiatan akuntan asing di Indonesia.
CONTOH KASUS :
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta &
Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti
menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat,
diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar
kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat
di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang
susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun,
Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya.
Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka
rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities &
Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act,
undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya,
hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena
Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun
terselamatan.
Pembahasan : pada kasus ini KPMG melanggar prinsip
intergitas dimana dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya,
hal ini dapat dikatakan tidak jujur karena KPMG melakukan kecurangan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai akuntan publik sehingga KPMG juga melanggar
prinsip objektif.
REFERENSI :