ETHICAL
GOVERNANCE
GOVERNANCE
SYSTEM
Sistem
pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya. Istilah sistem pemerintahan merupakan kombinasi dari dua kata,
yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang
terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara
bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini
menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang jika salah satu bagian tidak
bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Menurut Moh. Mahfud MD,
Sistem Pemerintahan adalah pemerintah negara bagian sistem dan mekanisme kerja
koordinasi atau hubungan antara tiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Governance
System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang
terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1. Commitment on Governance
Commitment
on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini
adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku.
2. Governance Structure
Governance
Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di
bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
3.
Governance Mechanism
Governance
Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit
dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4. Governance Outcomes
Governance
Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara atau praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja
tersebut.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem pemerintahan dibedakan menjadi :
1. Presidensial
2. Parlementer
3. Komunis
4. Demokrasi
Liberal
5. Liberal
6. Kapital
BUDAYA ETIKA
Setiap negara memilki budaya yang
berbeda-beda. Dalam setiap budaya, biasanya memiliki keunikan tersendiri.
Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga diterapkan dalam etika. Budaya
etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Tidak hanya dalam
kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus diterapkan dalam berbagai
bidang misalnya bisnis. Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture
(budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter
suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma
bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara
karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.
Pendapat umum dalam bisnis bahwa
perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan
perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka
manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen
puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah
memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua
tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga
lapis yaitu :
1.
Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas
mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan
kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.
2.
Menetapkan program etika
Suatu sistem yang terdiri dari
berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan
lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3.
Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode
etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode
etik industri tertentu.
MENGEMBANGKAN
STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Struktur etika korporasi yang
dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan
tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan
perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna
dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang
ada.
Membangun entitas korporasi dan
menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke
dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas
korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku
bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani”
dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan
mempunyai hati, tidak hanya mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap
lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
KODE
PERILAKU KORPORASI (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman
internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja,
komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu
dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders.
Pembentukan citra yang baik terkait
erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Di dalam Perilaku korporatif, peran pemimpin sangat penting antara lain :
- First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja
- Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara konsisten dan konsekuen
- Role Model, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan budaya kerja
- Pencetus dan pengelola strategi, dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.
EVALUASI
TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI
Pelaksanaan Code of Conduct diawasi
oleh Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini.
Pembentukan Dewan Kehormatan (terdiri dari unsur Dewan Komisaris, Direksi,
Karyawan yang ditunjuk, dan Serikat Pekerja) dna mekanisme kerjanya diatur
dalam Surat Keputusan Direksi. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi sangat
perlu dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman
dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapa kesalahan. Apabila perusahaan
menemukan adanya pelanggaran Code of Conduct maka tahap pelaporannya adalah :
- Setiap individu wajib melaporkan setiap pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
- Dewan Kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran pedoman perilaku perusahaandan melaporkannya kepada Direksi dengan bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan
- Dewan Kehormatan wajib memberikan pelindungan terhadap pelapor
Contoh Kasus :
1. September
tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu.
Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia
sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari
semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap
Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang
menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan
memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission,
menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi
buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG
terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus
ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Analisis :
Dalam kasus KPMG sudah melanggar prinsip integritas karena tidak memenuhi
tanggung jawab profesionalnya sebagai Kantor Akuntan Publik sehingga
kemungkinkan KPMG kehilangan kepercayaan dari publik. KPMG juga telah melanggar
prinsip objektivitas karena telah memihak kepada kliennya dan melakukan
kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.
2. Skandal
penyuapan oleh perusahaan penyedia ATM Diebold Inc yang melibatkan bank BUMN
mulai terkuak. Salah satu dari tiga bank di Indonesia yang diduga menerima
gratifikasi dari Diebold adalah Bank Mandiri.
Deputi Kementerian BUMN Gatot
Trihargo, mengatakan, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin telah
melaporkan bahwa Bank Mandiri memang mengirimkan dua pegawai setingkat manajer
dan team leader untuk melihat proses produksi dan
mempelajari produk ATM bikinan Diebold dari sisi teknis. “Pegawai yang dikirim
tidak terkait dengan pengadaan,” ujar Gatot.
Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan
menegaskan, penerima gratifikasi bukan berasal dari jajaran direksi. “Mereka
hanya pegawai teknisi untuk urusan ATM,” kata Dahlan.
Dahlan menceritakan, apa yang
dilakukan Bank Mandiri sebenarnya lazim dilakukan oleh perusahaan yang mencoba
menggunakan teknologi baru. Biasanya, perusahaan akan mengirim pegawai untuk
mempelajari teknologi ke tempat tempat yang sudah menggunakan teknologi baru
itu.
Maka, dikirimlah pegawai Bank
Mandiri ke Eropa. Di sana, pegawai tersebut diajak jalan-jalan dengan biaya
dari Diebold. “Di Amerika atau Eropa, ini sudah masuk kategori suap,” jelas
Dahlan.
Dahlan menengarai, pegawai Bank
Mandiri tersebut bisa jadi tidak menyadari perbuatannya sudah masuk kategori
suap. Karena itu, Dahlan menyerahkan sepenuhnya kepada manajemen Bank Mandiri
mengenai sanksi untuk pegawai tersebut. “Mungkin mutasi,” kata Dahlan. Sayang,
manajemen Bank Mandiri tak menanggapi telepon ataupun pesan singkat KONTAN.
BPD terlibat?
Dahlan memastikan Bank BNI dan
Bank Rakyat Indonesia (BRI) tak terlibat dalam kasus gratifikasi Diebold. Saat
ini, Kementerian BUMN masih menunggu laporan audit internal dari Bank Tabungan
Negara (BTN). Gatot mengatakan, Direktur Utama BTN, Maryono, tengah meneliti
kasus tersebut. Maklum, BTN juga membeli ATM bikinan Diebold. “Barangkali
kasusnya sama dengan Mandiri,” ujar Gatot.
Yang menarik, Dahlan mengatakan
kasus penyuapan oleh Diebold juga melibatkan bank pembangunan daerah (BPD).
Menurut Gatot, bank milik
Pemerintah Indonesia yang dimaksud regulator bursa Amerika Serikat (AS)
Securities and Excange Commision (SEC) juga termasuk BPD. Sayang, baik Dahlan
maupun Gatot enggan menyebut nama BPD yang terlibat. “Saya tidak bisa sebutkan
karena di luar kewenangan saya,” kata Dahlan lebih lanjut.
Sumber KONTAN membisikkan,
bank daerah yang terlibat kasus Diebold adalah Bank DKI. Namun, Direktur
Operasional Bank DKI, Martono Soeprapto, membantah keras tudingan tersebut. Ia
mengatakan, Bank DKI tidak pernah menggunakan mesin ATM Diebold, karena sistem
yang dipakai tidak cocok.
Bank DKI juga tidak pernah
memiliki hubungan dengan Diebold. “Apalagi sampai mengirim orang ke luar negeri
untuk mempelajari teknologi mereka,” tegas Martono. (Adhitya Himawan, Herry
Prasetyo)
Analisis :
Akibat dari lemahnya tata kelola
perusahaan banyak badan usaha milik negara yang terkait dengan masalah
gratifikasi diebold, hal yang harus dilakukan untuk menghindari terjadinya hal
seperti ini adalah meningkatkan tata kelola perusahaan menjadi jauh lebih baik,
dengan begitu perusahaan akan lebih selektif memilih system yang akan digunakan
agar tidak terjadi kesalahan. Apabila hal ini sudah mampu diterapkan maka
perbankan hal seperti ini tidak akan mengganggu kegiatang perbankan di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar